Aku karang warkah buat ayahanda.
Walau buruk pandang pertama,
dia bisa menghurai segala yang terbuku di hati sang anak
yang amat merindui belai kasih ayahnya.
Terima kasih junjungan untuk kamu.
Terima seribu, sejuta kasih tiada terkira untuk segala
keringat yang telah menyembah bumi,
Bagi berpatah tulang 4 kerat membesarkan anakmu.
Sejujurnya aku rindu raut wajahmu,
Walau gelap, itulah yang aku warisi.
Ketika ini, ingin aku congak segala garis kedut,
Mendengar keluh kesahmu hingga kini.
Ingin aku congak ubanmu yang banyaknya tak terperi,
Agar kita tidak sedar masa berlari saat kita menyemai rasa,
berkongsi cerita.
Terbukti saat ini jiwa meronta ingin melutut sujud didepanmu,
Meminta kemaafan atas segala khilaf yang telah lama menguji
kesabaranmu.
Kini kau buat aku sedar, ayahandalah jejaka paing penyabar.
Melayan karenah degil aku dari kecil sampai dewasa.
Tidak pernah sedikit pun lelah.
Walau pernah aku dengar kau menangis,
Kerna merasa tidak dapat menunaikan tanggungjawab dengan
sempurna.
Saat kau menderita penyakit yang menduga sabar.
Aku hanya mampu bersandar dibalik daun pintu,
Mengetap bibir menahan sedu melihat kamu dari genang ekor
mata.
No comments:
Post a Comment